Minggu, 30 Agustus 2009

MENUMBUHKAN TRADISI INTELEKTUAL
ISLAM INDOENSIA
Oleh : Zulkifli Hasibuan*

Coba kita renungkan apa makna kenyataan sejarah sederhana ini ketika Al Ghazali yang berasal dari kota Thus di Persia ( sekarang Iran ) itu, sibuk menulis karya – karya polemis nya yang ditujukan kepada para Filsuf ( khususnya Ibnu Sina dan Al Farabi ), Indoensia dalam hal ini Tanah Jawah, menyaksikan kerajaan Kediri dengan Jayabaya sebagai rajanya. Al Ghazali dan Jayabaya memang hidup satu kurun, yaitu abad ke 12 Masehi.sebagaimana Al Ghazali yang meninggalkan warisan berbagai karya tulis seperti kitab Ihya ‘Ulumudin, Jayabaya juga meninggalkan sebuah karya tulis yaitu buku “Jangka Jayabaya ”.
Tanpa maksud mengurangi nilai warisan nenek moyang sendiri, namun jelas dari sudut penilain yang tidak apriori memihak, terdapat perbedaan kuantitatif antara isi karya warisan kedua tokoh itu. Yang pertama, Al ghazali mewariskan suatu rangkaian karya – karya renungan kefilsafatan dan kesufian yang amat mendalam, selain banyak yang besifat polemis; sedangkan yang kedua, yaitu Jayabaya mewariskan suatu karya yang oleh banyak orang, lebih – lebih di zaman modern ini dipandang sebagai hasil sebuah kreatifitas imaginative, jika bukan khayalan atau reka – reka belaka.
Penghadapan antara kedua tokoh dari satu zaman dengan mewariskan mereka masing – masing itu mengungkapkan satu kenyataan, yaitu bahwa berbeda dari kesadaran kebanyakan orang – orang muslin Indoensia sendiri, kedatangan Islam ketanah air ini khususnya dan Asia Tenggara umumnya adalah relative sangat baru.kebaruan ini sangat kuat terasa jika kita ketengahkan kenyataan histories lainnya,yaitu berdirinya Majapahit agak jauh sesudah periode Al Ghazali dan Jayabaya. Kerajaan Hindu yang sering dirujuk oleh kaum Nasionalis sebagai contoh persatuan tanah air kita dimasa lalu itu di dirikan pada tahun 1293 M, yaitu sekitar lima setengah abad setelah India tempat lahirnya agama Hindu jatuh ketangan orang – orang Muslim. Jatuhnya India ketangan orang – orang Muslim ini ditandai dengan ditaklukkannya Lembah Sungai Idrus oleh Bangsa Arab pada tahun 711 M. tepatnya pada masa kekuasaan Bani Umayyah di Damaskus. Juga cukup menarik untuk disadari, bahwa Majapahit didirikan hampir seabad setelah kesultanan Delhi di India Utara, yang didirikan pada tahun 1206 M.
Proses pengislaman Nusantara sendiri tergolong sangat cepat, sedemikan cepatnya sehingga membuat pengkaji masalah sejarah Islam terkenal, Marshal G.S Hogson ( Guru besar sejarah Islam Chicago University ), bertanya – tanya apakah gerangan yang sebenarnya terjadi saat itu digugusan Nusantara ini, sehingga agama Islam dalam waktu singkat diterima hampir secara Universal ? pertanyaan ini ternyata memancing munculnya jawaban yang beraneka ragam. Namun satu hal yang sudah jelas, yaitu karena kebaruannya plus kecepatan proses pertumbuhannya itu, sesungguhnya kaum Muslim Indoensia sebagian umat adalah tergolong muda atau baru dalam garis kelanjutan sejarah umat manusia.
Sebagai umat yang masih muda, maka kaum muslim Indoensia hanya memiliki tradisi Intelektual yang relatif muda pula, jika tidak dapat disebut lemah. Ini bias dibuktikan dari isi kepustakaan kita. Sementara itu, dianak benua Pakistan mislanya, disebabkan oleh pengalaman mereka memiliki sejarah keislaman yang panjang dengan kekuasaan politik Islam yang menjadi masa lampau gemilang anak benua itu kita dapati kepustakaan mereka penuh dengan warisan karya – karya klasik oleh anak negeri sendiri, yang mana karya – karya itu memperoleh pengakuan dunia. Dan karena adanya kesenjangan cultural antara kaum Muslim Indonesia dengan dunia Islam pada umumnya, seperti kesenjangan kebahasaan, tidak banyak orang Muslim Indonesia yang mengetahui bahasa Arab, apalagi bahasa – bahasa lain yang banyak digunakan oleh kepustakaan Islam, seperti bahasa Urdu dan Persia. Maka tradisi intelektual yang terjadi diluar itu hanya sedikit saja. Jika memang ada tradisi intelektual hanya mempunyai gaung di tanah air. Dengan mengesampingkan sejumlah kecil tokoh seperti Hamzah Fansuri, Nurudin Ar Raniri, Nawawi Bantani, Ihsan Muhammad Dahlan, Hamkah, kita dapat mengatakan bahwa umumnya tradisi intelektual Islam kita masih kecil menghasilkan karya – karya yang terbatas pada hal – hal elementer, bukan perenungan dan pemikiran yang mendalam.
Keadaan itu tidak bias tidak mengesankan kemiskinan intelektual, dan sebagai konsekwensi dari adanya kemiskinan ini adalah rendahnya kemampuan kita dalam memberi responsi pada tantangan zaman. Untuk memberi responsi pada tantangan zaman itu secara kreatif dan bermanfaat, kita dituntut memiliki kekayaan dan kesuburan intelektual. Kekayaan dan kesuburan intelektual inilah yang disebut sebagai suatu “ Tradisi Intelektual ”, karena ia tidak terwujud seketika setelah dimulai penggarapannya, melainkan tumbuh dan berkembang dalam waktu yang panjang. Dan selama masa pertumbuhan dan perkembangan itu terjadi proses penumpukan dan akumulasi pengalaman masa lampau. Suatu tradisi intelektual tidak akan memiliki cukup vitalitas jika tidak memiliki keotentikan sampai batas – batas tertentu. Sedangkan keotentikan itu antara lain dapat diperoleh dari adanya akar dalam sejarah.
Berdasarkan analisa diatas, tradisi intelektual Islam di negeri ini pun sulit sekali memiliki vitalitas, jika tidak memiliki kesinambungan dengan pemikiran masa lampau. Dan pada zaman modern sekarang ini, kesinambungan temporal atau historis itu juga mulai dalam bentuk kesinambungan spatial atau geografis. Dalam arti bahwa apa yang terjadi di Indonesia, atau suatu negeri ( Islam ) manapun, akan mustahil dapat berkembang dengan baik jika tanpa ada kesinambungan dan keterkaitan dengan yang terjadi di negeri lain. Dalam abad teknologi komunikasi yang semakin canggih sekarang ini yang di ikuti oleh derasnya arus globalisasi __ isolasi cultural dan intelektual oleh siapa saja adalah kemustahilan.
Marilah kita sejenak merenungkan apakah kita kader Pelajar Islam Indonesia ( PII ) merupakan bagian dari kebangkitan ataupun pengusung tradisi intelektual Islam Indonesia ? mari kita lihat seberapa banyak kader PII yang memiliki karya – karya yang membanggakan ? berapa banyak kader PII yang suka membaca , berdiskusi ? seperti nya kita juga mengalami penurunan yang sangat drastis. Padahal salah satu indicator kebangkitan intelektual adalah dengan semaraknya budaya baca dikalangan umat Islam Indonesia terkhusus kader PII.

• Penulis adalah mantan ketua umum PD PII Serdang Bedagai 2005 -2006
• Anggota Jarik Sumut

Selasa, 28 Juli 2009

ISLAM SATU – SATUNYA ALTERNATIF
Oleh Zulkifli Hasibuan*

Kemerosotan peranan politik dan peradaban Islam tidaklah menyebabkan hilangnya sistem ajaran Islam sebagai suatu system nilai ( value system ) yang telah merasuk kalbu muslimin dan bahkan memberikan rembesan tumbuhnya embrio peradaban Barat modern.betapa banyak warisan kebudayaan islam yang diambil alih dan diklaim sebagai milik Barat. Sebagai sistem ajaran, Islam tetap menjadi alternatif satu – satunya bagi manusia yang ingin selamat dunia dan akhirat. Jadi pendapat yang mengatakan ada kebenaran dan keselamatan lain selain Islam adalah salah. Islam juga akan tetap menjadi satu – satunya alternatif peradaban modern umat manusia,pada hari ini dan hari depan.secara konsepsional Islam lah yang paling layak untuk menggantikan seluruh konsepsi spiritual yang telah ada. Hujjah Tekstual tak usah dipertanyakan lagi, semuanya bias dilihat dan dikaji kebenarannya dari sumber – sumber pokok ajaran Islam, yaitu Al – Quran dan as – Sunnah. Adapun Hujjah Intelektual ditangan para peneliti, menyatakan keunggulan Islam dan memperoleh pensubtitusian sehingga bebas dari kesan Apologetik apapun.

Contohnya tinjauan netral ini dikemukan oleh Ernest Gellner ( 1925-1995 ), seorang Sosiolog agama. Gellner menunjukkan bahwa tradisi agung dalam Islam tetap bias dimodernkan tanpa perlu memberi konsesi kepada pihak luar.Dan ini merupakan kelanjutan dialog dalam agama Islam sendiri sepanjang sejarahnya. (Sardar,1987). Diantara berbagai agama yang ada, kata Gellner, islam adalah satu – satunya yang mampu mempertahankan sistem keimanannya dalam abad modern ini, tanpa banyak gangguan doctrinal. Dalam Islam, dan hanya dalam Islam “ lanjut Gellner ,” pemurnian dalam modernisasi disatu pihak, dan peneguhan kembali identitas umat dipihak lain, dapat dilakukan dalam satu bahasa dan perangkat yang sama. Dunia Islam memang tidak begitu gemilang menerobos dan mempelopori umat manusia memasuki abad modern.tetapi karena watak dasar Islam sendiri, kaum muslimin mungkin justru menjadi kelompok manusia yang memperoleh manfaat terbesar dari kemodernan dunia.tentunya kemodernan disini bermakna kemajuan teknologi, dengan kata lain kunci keberhasilan Islam memasuki abad kegemilangannya terletak pada peneguhan kembali warisan Syari’ah yang tak pernah lapuk.kekokohan Struktural harus dibangun dari bawah, serta kemampuan mengambil alih dan merebut teknologi yang dimonopoli barat.( Almuslimun,235).

Sementara optimisme dikalangan umat tentang kebangkitan Islam, bukanlah optimisme yang tanpa alas an, terutama berkaitan dengan potensi besar yang dimiliki kaum muslimin, yaitu :

Pertama, potensi Syari’ah itu sendiri sebagai warisan kemanusian yang diberikan oleh Allah swt. Warisan yang tak pernah luntur ataupun lapuk.tidak ada satu agamapun di dunia ini yang masih terpelihara orisinilitasnya kecuali Islam. Lebih dari itu Islamlah satu – satunya agama yang sesuai dengan fitrah manusia itu sendiri.

Kedua, potensi penduduk muslim yang berjumlah 1,3 miliar) jiwa pada mei 2009.( http://id.wikipedia.org/wiki/Agama ).ini berarti seperlima penduduk dunia adalah muslim.islam adalah agama yang dating belakangan yang jumlah pengikutnya sebanding bahkan melebihi agama – agama yang lebih tua ( Yahudi,Budha,Hindu,Kristen ). Meski gelombang politik Islam naik turun, tetapi jumlah penduduknya secara global tidak pernah berkurang.berbeda dengan agama lain seperti Kristen,Budha pengikutnya secara signifikan berkurang. Islam ibarat air, senantiasa mencari tempat yang rendah untuk mengalir.

Ketiga, potensi sumber – sumber kekayaan alam yang melimpah di negeri – negeri muslim, khusunya minyak bumi yang berada di Negara – negara Islam.di Alzajair,Qatar,Kuwait,UEA,Saudi Arabia termasuk Indonesia.bahkan dinegara – negara pecahan Sovyet ( Turkistan,Uzbekistan) pun ditemukan sumber- sumber minyak yang ditempati kaum muslimin disana, termasuk juga di Xinjiang RRC yang di huni kelompok muslim Uighur. Memang Allah swt, telah menyediakan energi material dan immaterial untuk membantu kaum muslimin, membangun dan memanfaatkannya untuk menegakkan agama Nya, sekaligus memadamkan berbagai pemberontakan terhadap Nya diberbagai penjuru dunia ini.

Keempat, potensi warisan sejarah. Islam pada masa lampau telah berjaya memegang kendali peradaban lebih dari Tujuh abad. Belum pernah ada satu agamapun ataupun Ideologi yang mampu mengembangkan perdabannya melebihi Islam.Kita lihat peredaban Baratpun hari ini baru berumur kurang lebih 450 tahun. Jika Islam pada masa lampau mengusai peradaban, tentu juga bias pada masa sekarang dan masa depan.

Kelima, janji Allah swt, yang tidak pernah diingkari. Bahwa Allah akan memberikan Khilafah di muka bumi kepada orang – orang beriman.(QS.24:58 ).
Pelajar Islam Indonesia ( PII ) juga harus mengambil peran penting dalam membangun perdaban Islam yang sebentar lagi akan kembali gemilang. Melalui perannya sebagai organisasi Islam yang sangat menekankan pentingnya kaderisasi, yang bertujuan “ kesempurnaan pendidikan dan kebudayaan yang sesuai dengan Islam bagi segenap rakyat Indonesia dan umat manusia” PII dapat mengambil perannya sebagai Agen Perubahan ( agent of change ) Kultural maupun Intektual.

Wallahu ‘alam.
Sergai,29 juli 2009

* Penulis adalah mantan PW PII SUMUT

Jumat, 20 Maret 2009

MAULID yang TERNODA
OLEH: ZULKIFLI HASIBUAN

Hari kelahiran Nabi Muhammad saw atau yang biasa kita sebut dengan Maulid Nabi pada dewasa ini sangat marak sekali dirayakan. Baik secara individu maupun Institusi – institusi.
Sebelumnya penulis akan menceritakan tentang kelahiran Rasulullah saw, beliau dilahirkan di kota Mekkah pada tanggal 12 rabiul awal bertepatan dengan tahun gajah ( ‘am al fil ). Beliau dilahirkan pada saat dimana masyarakat Arab dalam keadaan jahiliyah.artinya bukan berarti orang – orang Arab bodoh dalam artian bangsa yang tak berilmu tetapi masyarakat Arab pada waktu itu lebih banyak menghabiskan hidupnya dengan menyembah berhala, minum khamar, berzina yang sangat lumrah pada masa itu, dan yang paling tragis adalah pembunuhan setiap anak perempuan yang lahir. Inilah Kejahiliyahan itu, yaitu jahiliyah Akhlak. Oleh karena itulah Nabi saw diutus untuk memperbaiki akhlak manusia.
Pada waktu itu masyarakat Arab lupa bahwa mereka diciptakan oleh Tuhan yang satu yaitu Allah swt. Tetapi ironis memang mereka sangat asyik menyembah berhala yang tiada mendatangkan manfaat sama sekali, berzina yang pada saat itu apabila seorang ingin tukaran istri maka dengan sangat mudah itu dilakukan. Inilah salah satu bentuk jahiliyah itu,belum lagi anak perempuan yang dilahirkan maka pada waktu itu juga maka mereka akan langsung menguburnya hidup – hidup dengan alasan malu mempunyai anak perempuan karena ia merupakan aib bagi keluarga tersebut. Al Quran bertanya kepada mereka yang mengubur anak mereka hidup – hidup dalam Surah At Takwir yang berbunyi :

Dan apabila Bayi- bayi perempuan yang dikubur hidup – hidup ditanya? Karena dosa apa dia dibunuh? ( QS 81 : 8-9 )

Misi Nabi diutus adalah membebaskan manusia dari bentuk – bentuk Kejahiliyahan seperti yang telah dijelaskan di atas. Begitu mulya tugas sang Nabi bukan ?
Sekarang kita beranjak kepada perayaan Maulid Nabi yang sangat marak dilaksanakan di Indonesia. Peringatan atau perayaan Maulid pertama sekali diperkenalkan oleh Walisongo di Indonesia, ini di buat untuk menceritakan perjuangan Dakwah Rasulullah saw menegakkan Kalimat Tauhid di bumi Allah ini. Terus dan terus perayaan Maulid sampai dengan saat ini terus mengalami perubahan, yang menurut Quraish Shihab malah sudah salah makna malah sekarang orang – orang yang merayakan Maulid adalah orang – orang Jahiliyah (Quraish Shihab, wawasan Al Quran ) mengapa ? saya coba memberi intrepretasi baru dengan istilah Penodaan Maulid.
Saudaraku seiman mari kita jujur , apa hakikat dari perayaan Maulid ? pasti kita menjawab agar dapat mengambil Ibroh dari setiap perjuangan Nabi saw. Akan tetapi realita pada saat ini kontradiktif dengan yang kita maksud di atas. Perayaan Maulid hanya sekedar Ceremony, bahkan jadi tempat maksiat dengan bungkus Pacaran serta hura – hura lainnya.
Tulisan ini bukanlah sebuah hujatan kepada para Remaja Mesjid, Organisai Islam yang merayakan Maulid Nabi tetapi mari kita kembali kepada hakikat Maulid Nabi itu sendiri. Dalam sebuah wawancara yang pernah penulis lakukan pada acara Maulid, banyak dari remaja – remaja mesjid tidak tahu esensi Maulid itu sendiri apa. Mereka hanya menganggap perayaan Maulid adalah acara tahunan yang biasa mereka laksanakan.bahkan yang parahnya lagi banyak dari mereka yang tidak tahu kapan Nabi saw dilahirkan.Belum lagi kita tanya rumah siapa yang ditinggali Nabi tatkala pertama kalia ia Ke Madinah,ironis kan ?
Semoga kita mau rethingking untuk jujur dan mau memperbaiki penodaan – penodaan ini. Sampai kapan kita umat islam terus seperti ini ? penulis mengajak kita semua mari berbenah, mari berdakwah untuk menindak segala bentuk Kejahiliyahan.Wallahu ‘alam

Penulis adalah Pengurus JPRMI Serdang Bedagai
Falsafah Gerakan Sebagai Cara Pandang Perjuangan ke-Islam-an Kader PII*
Ditulis pada Nopember 6, 2007 oleh pelajarislamntb
Oleh Rusydi Hikmawan
I
Indonesia sebagai negara berpenduduk mayoritas beragama Islam di Asia Tenggara dan terbesar di dunia sesungguhnya memiliki potensi merubah peradaban dunia. Indonesia di sisi lain sebagai negara kepulauan yang terletak diantara benua Eropa dan benua Australia, letak yang strategis ini menambah faktor kemungkinan Indonesia melakukan perubahan mendasar peradaban dunia. Dan suatu hal yang tidak mustahil bahwa Indonesia juga strategis sebagai sasaran perusakan dan penghancuran oleh peradaban yang diciptakan oleh musuh Islam.
Di antara berbagai tantangan besar yang dihadapai masyarakat Indonesia, khususnya oleh generasi Islam, hari ini adalah tantangan perang pemikiran globalisasi (ghazwul fiqri) yang telah melanda dunia Islam. Dan tantangan globalisasi yang telah melingkupi segala lini kehidupan sudah begitu nyata terlihat. Dari segi perekonomian saat ini kita dihadapkan oleh sistem kapitalisme-sekuler, begitu pula dengan dunia pendidikan saat ini, di mana siswa yang mampu membiayai pendidikannya saja yang bisa menikmati pendidikan sehingga penegakan nilai-nilai Islam sebagai bentuk kiprah kader PII terhadap nilai-nilai syahadat harus direalisasikan secara maksimal. Pelajar Islam sebagai generasi Islam semestinya tetap konsekuen terhadap konsepsi Rabbani yang suci dari rona-rona kebatilan.
Misi besar yang Allah telah tetapkan adalah memberlakukan hukum-hukumnya diseluruh penjuru dunia dan mengalihkan manusia dari penghambaan terhadap sesamanya. Usaha dakwah yang berkesinambungan adalah dakwah nyata yang telah dicontohkan oleh Rasulullah.
Kader Pelajar Islam Indonesia (PII) dalam hal ini adalah pengemban dakwah yang nyata dan sangat dibutuhkan kiprahnya dalam melakukan perubahan mendasar adalah sangat jelas. Dengan falsafah pergerakan PII yang menjadi dasar paradigma gerakan PII ke depan. Artinya sesungguhnya pandangan terhadap dunia, PII termuat didalam falsafah gerakan, dan kemudian akan menentukan pilihan instrumen institusi dan aktualisasi PII selanjutnya.
II
Runtuhnya khilafah lebih dari delapanpuluh tahun yang lalu berdampak buruk pada seluruh negara di dunia dan lenyapnya hukum Islam dari kehidupan nyata kaum muslim maka kekuatan untuk menjatuhkan kekuatan semakin terlihat. Indonesia merupakan negara yang sangat mampu mempengaruhi negara lain, melalui letaknya yang sangat strategis dan dengan kebudayaannya yang sangat khas. Sehingga ini merupakan ‘senjata bumerang’ bila masyarakat Indonesia, tidak mampu membendung pemikiran/wacana/ide yang bertentangan dengan Islam masuk dan mempengaruhi masyarakat Indonesia.
Sejarah membuktikan bahwa Indonesia dari tahun 1940-an banyak dipengaruhi beragam pemahaman mengenai agama dan negara. Ketika masyarakat dihadapkan oleh paham Marxisme atau komunis-sosialis, maka banyak terjadi pergolakan berbagai daerah di Indonesia. Penganut komunisme berupaya melakukan perebutan kekuasan. Bukan hanya di bidang pemerintahan yang mereka ‘guncang’ saat itu, perekonomian, kestabilan sosial, dan keagamaan pun mereka coba untuk meruntuhkannya.
Jika keadaannya demikian, maka wajib bagi para pemuda Islam khususnya kader PII untuk mengetahui lebih jauh konspirasi musuh dan sinyal-sinyal tantangan yang saat ini mereka hadapi, sehingga apabila mereka telah berhasil melewati pemahaman, kesadaran, melakukan persiapan, dan membangun kekuatan, maka mereka pun dapat melawan konspirasi jahat tersebut.
Kader pada hakekatnya adalah seorang yang dipersiapkan untuk mengemban tugas masa depan dengan segala kemampuan, kualitas, dan kualifikasi tertentu. Kader merupakan kekuatan inti organisasi dan umat Islam untk menjadi pelopor, penggerak dan penjaga misi perjuangan guna mewujudkan Islam sebagai rahmatan lil ‘alamin (Muktamar Nasional PII, 2004).
Diantara tantangan-tantangan yang akan dihadapi oleh kader PII saat ini adalah perang pemikiran (ghazwul fiqri). Ini terlihat dari teori-teori, doktrin-doktrin dan pemikiran-pemikiran yang bertentangan dalam Islam tetap diangkat dan diwacanakan dengan berbagai cara untuk menjauhkan umat muslim dari nilai-nilai Islam.
Pada tahun 1945 setelah kemerdekaan, di Indonesia terjadi pergolakan perekonomian, sosial, politik, dan keamanan. Dan PII lahir dari kondisi ketidakstabilan sosial dan terjadinya sekularisasi pendidikan, pada tanggal 4 Mei 1947 pelajar yang tergabung dalam PII saat itu berkeinginan untuk tidak memisahkan antara ilmu agama dan ilmu dunia.

III
Setelah perumusan pandangan dunia Islam, maka selanjutnya menjelaskan implikasi pandangan dunia tersebut ke dalam aktualisasi misi dan eksistensi PII. Pandangan dunia Islam adalah pandangan dunia (idiologi) bagi PII.(Muktamar Nasional, 2004) ketika kader PII dihadapkan oleh banyaknya perbedaan cara pandang Islam Islam itu sendiri, maka PII sebagai gerakan pelajar Islam harus mampu menengahi perbedaan tersebut, sehingga internal pergerakan PII dapat bergerak dan beraksi bersama. Marhalah perjuangan Islam merupakan konsep menyeluruh dalam memandang Islam, nilai-nilai Islam, manhaj perjuangan Islam, dan problematika perjuangan Islam (Muktamar Nasional, 2004).
Falsafah memberikan pemahaman yang utuh terhadap aspek-aspek fundamental gerakan PII dan menentukan setiap aktualisasi gerak dan langkah PII dan kader-kadernya dalam berjuang.
Pergerakan kader PII selalu mendasarkan aktualisasi geraknya di atas konstruksi kesadaran berupa kerangka berfikir dan cara pandang dalam melihat dan menyikapi realitas kehidupan. Sebagai pergerakan yang mempunyai komitmen keIslaman yang kuat, kerangka fakir dan cara pandang tersebut tentunya berupa pandangan dunia Islam sehingga denan kerangka ini didapatkan pemahaman tentang dunia Islam.

IV
Dalam sejarah pergerakan dakwah, Rasulullah telah membuktikan dengan penegakan syariat Islam atau nilai-nilai Islam dapat merubah peradaban saat itu. Ketika peradaban jazirah arab telah dirubah kurang dari duapuluhtiga tahun, dengan masa dakwah di Mekkah sepuluh tahun dan tigabelas tahun di Madinah sudah memperlihatkan perubahan menyeluruh saat itu.
PII sebagai pergerakan kader Islam telah berjalan diatas koridor syariat yang jelas dan falsafah gerakan yang jelas pula. Dalam marhalah perjuangan kader PII, nilai-nilai Islam dimulai dengan melakukan transformasi kesadaran individual yang akan melahirkan individu-individu yang shalih, yang mempunyai aqidah yang bersih dan akhlak yang mulia (syakhsyyah Islamiyah). Ada beberapa faktor dalam proses pendidikan yang membangun kepribadian seseorang. Pertama, ibu yang memberikan kepadanya struktur dimensi ruhiyah, dengan penuh kasih dan kelembutan sambil membelai dan menyusuinya, sang ibu memelihara ruhani serta menanamkan pendidikan awal pada sang anak.
Penegakan nilai-nilai ajaran Islam dilakukan pula dengan membentuk keluarga sakinah, mawwadah, dan rahmah. Keluarga dalam struktur kemasyarakatan Islam menduduki posisi yang sangat penting dan strategis. Selain itu, penegakan nilai-nilai ajaran Islam juga harus disertai dengan melakukan transformasi struktural tatanan pemikiran masyarakat melalui pembentukan sistem atau struktur kemasyarakatan yang Islami yang meliputi sistem politik, sistem sosial, sistem ekonomi, dan sistem budaya. Wallahu ‘Alam.


Bahan Bacaan
Abu Faiz. 2002. Benturan Peradaban Sebuah Keniscayaan. Jakarta. HTI
Abd. Nashih Ulwan. 1992. Pesan Untuk Pemuda Islam. Jakarta. GIP
Abu Abida al Qudsi. 2003. Aktifis Islam Menghadapi Tantangan Globalisasi. Solo. Pustaka al-Alaq.
Rahmat Abdullah. 2004. Untukmu Kader Dakwah. Jakarta. Da’watuna.